Wednesday, August 31, 2011

GODAAN

Bila kukenangkan kembali maka rasanya masa yang kualami ketika tinggal bersama kakak dan iparku di Pindi merupakan salah satu dari waktu paling bahagia di dalam hidupku setelah menjadi Kristen. Anis selalu menyenangkan hatiku, suaminya berlaku baik dengan cara yang lemah lembut. Sekali lagi saya menjadi bagian dari keluargaku dan diperlakukan dengan kasih dan perhatian.

Ada pembantu di rumah itu, 2 atau 3 pembantu wanita, masing-masing seorang klerk, koki, dan sopir. Anak lelaki koki bekerja di kebun. Saya tidak perlu lagi menjahit atau membersihkan meja. Kini saya dibutuhkan menjadi pengasuh gadis-gadis cilik dan saya lakukan hal ini seperti dilakukan Anis terhadapku dahulu – menceritakan kisah- kisah kepada mereka. Peranan yang sangat menyenangkan. Pada waktu yang sama saya merasakan bahwa saya memperhatikan para pembantu dengan simpati - bagaimana mereka melaksanakan tugas rumah tangga – mencuci piring, lantai, pakaian, menggosok, menyetrika, membersihkan, mengkilapkan, mengeluarkan debu, mengangkat-angkat, menyusun, memisah-misahkan dan menata kembali. Saya merasa berterima kasih pada semua orang atas pelayanan mereka. Saya tidak merasa rugi karena perasaan ini malah menyebarkan kebahagiaan.

Kakakku dan saya makin dekat satu sama lain, kini bersaudara dalam Kristus. Tiap hari kami menggunakan waktu 2 atau 3 jam mempelajari Alkitab. Dalam waktu singkat Anis mendapatkan satu fakta sebagai kesimpulannya: dia dapat memahami isi Alkitab padahal sulit baginya untuk memahami Kitab Suci lainnya. Ditulis di dalam bahasa sendiri dan tidak ada misteri tentang Alkitab itu. Seseorang dapat membacanya sebagaimana halnya dengan membaca buku biasa, mengenal dari sudut pandangan lain tentang beberapa kejadian yang dikenal baik oleh umat Islam maupun umat Yahudi, tapi di sini ada satu kelebihan, yaitu kuasa Kebenaran yang sejati. Kakakku berkata, "Kata-katanya indah sekali, kata-kata ini mendatangkan penghiburan." Ia mengenang anaknya yang telah meninggal.

Monday, August 29, 2011

LILIN YANG MENYALA

"Ya Bapa, kemana saya harus pergi?"

Saya berdiri sendiri di jalan Samanabad sambil berusaha menahan air mata karena goncangan dan kepedihan pada peristiwa yang baru kualami, lalu memandang ke atas ke bawah mencari petunjuk tentang tindakan apa yang saya ambil berikutnya. Namun, sepanjang jalan besar itu sepi dari lalu lintas dan keadaan deretan bungalow sepi di belakang dinding-dinding tinggi disinari cahaya matahari tipis dan tidak menunjukkan kehidupan mewah di belakangnya. Rasanya, secara refleks saya berbalik kekanan lalu mulai berjalan menelusuri trotoar yang dilapisi semen menuju kearah penantian bis yang jauhnya hampir 2 km.

Waktu tiba di sana, hatiku sudah bulat - John dan Bimla Emmanuel, seorang tukang kebun di kantor walikota, tinggal di Medina colony bersama istri dan 4 dari 5 anaknya. Keluarga ini menjadi jemaat dari Gereja di jalan Warris. Mereka pernah mengajakku ke rumahnya sekali atau dua kali dan saya merasa senang di sana, bercerita pada mereka tentang Tuhan dan Kuasa menyembuhkan dan menyelamatkannya.

Mereka pernah berkata padaku, "Datanglah ke rumah kami setiap waktu, rumah kami terbuka bagimu." Di tempat perhentian bis ada beberapa jenis transportasi, saya menggunakan rickshaw (sejenis becak) ke Muzang Chungi dan dari sana dengan minibis yang trayeknya Gurumangat. Dari sini berjalan kaki sedikit melintas rel kereta saya tiba di Medina Colony. Saya memilih berjalan sepanjang lorong yang bekas dilewati roda, berabu, di antara rumah-rumah. Menghindari got-got terbuka yang mengalir ke arah sebuah ‘houdi’ atau tempat penampung kotoran manusia di dekatnya. Di rumah John Emmanuel, saya memegang ujung ‘kunda’ yang tergantung di luar dan mengetukkannnya ke pintu kayu berlapis ganda di dinding yang tinggi itu.

Friday, August 26, 2011

BERSAKSI

"Ada seorang tamu untukmu di sini," kata nyonya Neelam di pagi hari tanggal 30 Desember dan saya melongok ke atas dari bacaanku melihat-lihat. Rupanya Bapak Gill, seorang tua-tua dari Gereja di FOREMAN CHRISTIAN COLLEGE yang membawakan sebuah undangan untukku. Beliau langsung mengutarakan maksudnya.

"Pendeta Arthur dari gereja METHODIST, FOREMAN CHRISTIAN COLLEGE, ingin megundang anda untuk berkhotbah pada pelayanan Tahun Baru nanti. Anda dapat membawakan berita apa saja yang digerakkan Tuhan. Bagaimana pendapat anda?"

Untuk sekejap saya tidak dapat menjawab. Foreman Christian College adalah sebuah tempat besar dan gereja tersebut biasanya penuh dengan orang-orang berpengaruh. Bagaimana saya dapat berdiri di depan jemaah seperti itu dan berkhotbah? Saya hampir merasa mau menolak di kala teringat sesuatu yang difirmankan Tuhan padaku malam itu, "Pergilah dan saksikanlah kepada umatKu."

Ketika saya disembuhkan, Yesus telah memerintahkan saya untuk melakukan hal ini, tapi waktu itu saya belum siap. Namun, visi yang penuh kegemilangan cahaya itu telah memancar dengan terang sekali di jalanku, mengajar saya untuk mengenal Tuhan melalui FirmanNya dan dengan Iman. Apakah udangan ini yang datang tanpa disangka-sangka merupakan tanda bahwa saya telah siap untuk memberikan kesaksian ke pada Gereja mengenai apa yang telah saya alami dengan Berkat dan Kasih SetiaNya padaku? Sekarang saya memahami bahwa jika sesuatu keperluan untuk melakukan tindakan telah matang maka beberapa faktor akan saling menunjang- kesempatan terbuka, suatu bisikan suara terdengar lalu terasa adanya suatu kedamaian di dalam hati serta keyakinan bahwa waktu untuk bertindak sudah tiba.

Wednesday, August 17, 2011

Penutup

Dari Rawalpindi saya menjelajah ke seluruh Pakistan, berbicara di geraja-gereja dan konferensi-konferensi, begitu juga melakukan pelayanan pribadi pada orang-orang membutuhkan, baik fisik maupun rohani.

Pada bulan Oktober 1977 saya pergi ke Lahore dan perjalanan ini merupakan jawaban doa dari suami-istri anggota Gereja Methodist di Canal Park yang menyurati saya mengatakan bahwa anak lelaki mereka sakit. "Datanglah dan berdoa untuknya," tulis saudara James. Saya datang berdoa selama dalam perjalanan. Ketika saya tiba di sana anak lelaki itu telah dibawa kembali ke rumahnya dari United Christian Hospital, berangsur-angsur sembuh tapi masih lemah. Lalu Saudara James dan istrinya meminta saya tinggal dengan mereka. Anak-anaknya 5 perempuan dan 5 lelaki dan mereka meminta bantuanku dalam pendidikan rohani anak-anaknya. Akhirnya disepakati bahwa saya akan tinggal bersama mereka, tapi bila diperlukan untuk menghadiri pertemuan/konferensi kemanapun di Pakistan, saya bebas untuk pergi.

Selama tahun-tahun ini saya hidup dengan iman. Tuhan mencukupkan kebutuhan- kebutuhanku sedemikian limpahnya sehingga orang-orang lain bertanya-tanya apakah ada misi luar negeri yang menyokong saya. Saya berusaha menjelaskan pada mereka bahwa kekayaan-kekayaan surgawi merupakan milik kita bila kita mau percaya kepada Tuhan sepenuhnya. "Saya
telah mempersembahkan kepada Tuhan semuanya - keluarga, rumah, uang, reputasi - dan mempercayakan kepadaNya segala keperluanku. Ketika saya masih di Rawalindi, Anis sampai pada bagian akhir hidupnya di dunia. Kakak perempuanku itu didorong oleh tantangan keluarga untuk tetap sebagai seorang percaya secara sembunyi-sembunyi, meninggal pada tanggal 14 Maret 1977. Saya ada bersamanya waktu dia meninggal, memberikan penguburan padanya. Saya tahu bahwa ia telah menempatkan tangannya pada tangan pribadi yang Memakai Mahkota di puncak tangga dan mengundang Dia untuk memimpin hidupnya ke dalam Hadirat Tuhan.

Kedua anak perempuan Anis masing-masing berusia 15 dan 16 tahun tinggal bersama pamannya setelahnya karena ayahnya kelihatannya tidak mau menjaga mereka. Beberapa bulan kemudian saya mendapat surat dari keponakankeponakanku meminta padaku apakah mereka bisa datang dan tinggal bersamaku, karena mereka tidak merasa bahagia. Jadi di bulan Oktober saya mengambil alih pengawasan atas kedua keponakanku lalu mereka pindah dan tinggal bersamaku di rumahnya keluarga James.

Terlalu banyak anak perempuan tinggal serumah dan diwaktu itulah saya berdoa untuk memintaan sebuah rumah bagiku dan tidak menggantungkan diri pada seorang pun kecuali Tuhan. Saya menempatkan kedua gadis itu ke sebuah sekolah khusus untuk para gadis (semacam biara), karena sulit bagiku untuk meninggalkan kedua keponakanku dalam rumah orang lain bila saya sedang melakukan perjalanan. Sekolah tersebut dikelola oleh beberapa suster dan suasana di sana baik bagi gadis-gadis.

Tuhan menggerakkan beberapa kawan-kawan di Karachi untuk melakukan sesuatu tentang keadaanku yang tidak mempunyai rumah. Mereka merasa bahwa sudah waktunya bagiku untuk mempunyai rumah sendiri dan tidak dapat tinggal dengan orang lain untuk seterusnya. Jadi mereka mengumpulkan dana dan ditambakan dengan uang tabunganku cukup untuk mendapatkan sebuah rumah kecil. Betapa senangnya untuk dapat pulang ke tempat milik pribadi bagi seseorang bila selesai dari serentetan pertemuan penginjilan yang melelahkan di tempat-tempat yang jauh.

Ketika saya menerima rumah pribadiku pada musim panas tahun 1978, keponakan-keponakanku datang dan tinggal bersamaku. Tapi tidak semuanya berjalan lancar. Saya didakwa di pengadilan atas beberapa tuduhan palsu. Saya memberi penjelasan di pengadilan bahwa dulunya saya seorang yang lumpuh dan telah disembuhkan oleh Tuhan Yesus. Ia bertanya padaku apakah ada seorang dari keluargaku yang akan menjadi saksi untuk ini. Seorang anggota keluargaku datang ke pengadilan untuk keperluan ini dan membenarkan tentang kisah penyembuhanku serta menceritakan tentang kelakuanku yang baik. Perkara yang dituduhkan padaku itu dibatalkan. Keponakan-keponakanku tidak dapat tinggal lebih lama dengan saya, namun Tuhan begitu baik padaku dan memberikan dua anak angkat perempuan yang manis, seorang anak lelaki beserta kakek mereka, sehingga saya tidak sendirian di dunia ini.

Dua bulan kemudian sesudah ini, di bulan Juli 1981, saya ke Karachi tinggal bersama seorang kawan di Akhtar Colony, dekat dengan gereja Methodis, ketika saya didekati seorang perawat muda Patricia untuk mengunjungi adik perempuannya Freda, seorang perawat di Rumah Sakit Jinnah. Yang ditakutinya, adiknya dikuasai oleh roh jahat. Katanya, "Adik perempuanku sedang sakit. Ia berteriak-teriak dan ketika roh itu datang dia mulai berteriak-teriak dan mulai memukul-mukul orang."

Saya menyetujui permintaannya dan kami memakai rickshaw ke rumah sakit, suasana lembab dan menyesakkan napas - tapi hal itu bukan hanya disebabkan oleh udara panas. Freda berdiri di sana, muda, pemalu, kepalanya menunduk. Ia mengenakan pakaian non dinasnya ‘shalwar kameeze’ dan ‘dopatta’. Seringkali ia mengangkat matanya untuk menatapku dengan pandangan tetap dan saya tidak melihat suatu ekspresi di dalamnya.

Dengan lembut Patricia berkata kepada adiknya, "Ba-ji, ini Sister Gulshan. Beliau datang untuk berdoa bagimu." Tidak ada jawaban dari perawat muda itu. Ia berdiri tidak bergerak-gerak untuk sekejap, lalu tiba-tiba minta diri dan meninggalkan ruangan itu ke kamar mandi di sebelah bawah ruangan itu. Sesudah 15 menit ia pergi, kawanku berkata, "Ia sudah terlalu lama pergi. Saya akan mencarinya."

Ia kembali menarik-narik adiknya yang enggan itu dengan tangannya. Freda duduk di atas permadani dan saya duduk di atas lengan kursi, merangkulnya agar duduk di dekatku di lantai. Lalu saya menumpangkan tanganku ke atas kepalanya, membuka Alkitabku Mazmur 91 dan membaca dengan nyaring,

"Orang yang duduk dalam Lindungan Yang Maha Tinggi dan bermalam dalam naungan Yang Maha Kuasa akan berkata kepada Tuhan, "Tempat perlindunganku dan kubu pertahananku, Tuhanku yang kupercayai, sungguh, Dialah yang akan melepaskan engkau dari jerat penangkap burung, dari penyakit sampar yang busuk. Dengan kepakNya ia akan melindungi engkau, dibawah sayapNya engkau akan berlindung, kesetiaannya ialah perisai dan pagar tembok."

Sampai disini gadis itu mengatupkan matanya. Sambil tetap menumpangkan tanganku di atas kepalanya saya berkata, "Saya perintahkan engkau, hai roh jahat, di dalam nama Tuhan Yesus Kristus keluar dari gadis ini." Mendengar ini gadis itu berteriak-teriak, "Lepaskan saya! Saya sedang terbakar!"

Saya berkata, "Lebih baik bagimu kalau engkau terbakar daripada membiarkan si jahat itu membakarmu." Kemudian roh jahat itu berkata dan suaranya berbeda dengan suara gadis itu yang lebih halus, "Aku akan pergi, Lepaskan aku. Aku tidak akan kembali." Gadis itu jatuh ke lantai sewaktu roh jahat itu meninggalkannya dan ia terbujur di sana tidak bergerak-gerak, badannya menjadi lemas. Setelah 10 menit Patricia membantunya berdiri. Ia membuka matanya dan meminta air minum. Setelah minum, saya memintanya datang duduk di sampingku lagi. Kali ini ia membaringkan kepalanya di lututku dan berkata, "Tolong doakan saya lebih banyak lagi. Saya merasa lebih ringan sekarang."

Saya memintanya mengulangi doa ini, "Terima kasih Tuhan karena saya telah dibebaskan dan sekarang saya menyerahkan hidupku padaMu. Ambillah dan pakailah saya seturut kehendakMu serta berilah saya kekuatan untuk mengiringMu dan tetap setia."

Kami duduk sampai jam 7 malam ketika makin banyak lagi perawat datang ke ruangan itu. Mereka diberitahu tentang apa yang telah terjadi dan mereka mulai mengutarakan masalah-masalahnya masing-masing, meminta saya mendoakan mereka. Seorang dari antaranya akan menempuh ujian yang ditakutinya. Yang lain mengalami kesulitan di bangsal rumah sakit. Yang ketiga orang-orang tuanya di rumah sedang sakit. Jadi saya berdoa untuk mereka. Harus kukatakan bahwa selama sore dan malam yang panjang ini kami telah makan siang dan minum teh di ruangan itu. Hari itu penuh dengan kegiatan dan ingatan kami rasanya bertambah - dengan cita-rasa lobak cina, potongan-potongan daging sapi, chapatti dan pisang yang kami makan.

Ketika tiba waktu pulang, Patricia dan saya menggunakan rickshaw kembali ke Akhtar Colony dimana saya menumpang bersama seorang kawan lain. Saya memiliki foto kedua bersaudari yang cantik itu untuk dikenangkan. Mereka benar-benar gadis-gadis yang cantik dan kini mereka bersaksi bagi Yesus di rumah sakit itu.

Tuhan telah memakai saya dalam menyembuhkan situasi-situasi dimana orang-orang saling bertengkar satu sama lain. Saya mengira bahwa saya telah sangat salah mengerti terhadap diriku sendiri sehingga saya dapat merasakan apakah suatu nyala api dapat disuluti dengan satu perkataan yang benar atau suatu pikiran dengki.

Karena tidak ada satu gereja yang menopangku maka kami menyerahkan kepada Tuhan untuk memenuhi semua kebutuhan kami. Kadang-kadang kami bangun di pagi hari tanpa ada makanan sama sekali di rumah. Namun ada hari-hari dimana kami semua memutuskan sebagian karena memang perlu, bahwa hari itu adalah hari puasa.

Pada keadaan-keadaan ini kami makin dekat kepada Tuhan. Dialah Bapa Kami. Dia mengetahui apa yang terbaik dan Dia tidak pernah mengecewakan kita, hanyalah selama suatu waktu menguji kita. Dalam kemiskinanku, orang-orang ditarik ke padaku. Orang-orang datang, berjalan berkilo-kilometer tanpa ongkos bus untuk pulang dan kami sadari bahwa kami masing- masing memberikan dari kekurangan kami. Mereka datang meminta bantuan rohani tapi bagaimana kami dapat membiarkannya pergi tanpa memenuhi kebutuhan fisiknya juga. "Kamu menerima dengan cuma-cuma, berilah juga dengan cuma-cuma."

Saya dipanggil ke sisi pembaringan seorang pria yang telah datang dari Inggris yang diserang penyakit Disentri amuba serta ada pembengkakan (Cyst). Kejadiannya di bulan Januari 1981. Saya berdoa untuknya dan menumpangkan tanganku padanya dan ia disembuhkan. Hasilnya ialah saya diundang ke Inggris dan Kanada memberitakan Injil kepada kelompok-kelompok orang-orang Asia dan Inggris.

Yang paling ditakuti bibiku dulu ketika untuk pertama kalinya saya memberi kesaksian tentang penyembuhanku oleh Yesus ialah bahwa saya harus pergi ke Inggris. Nah.....inilah saya, mengenangkan kembali seluruh perjalanan yang telah di pimpin oleh Bapaku di surga bagiku untuk menjalani sejak pertama kali saya percaya padaNya.

Saya dapat melihat bahwa perjalanan ibadah haji yang saya laksanakan bersama ayahku merupakan awal kerinduan jiwaku untuk mengenal Tuhan. Proses ini menimbulkan harapan, yang walaupun masih mengecewakan waktu di Mekkah, telah memberikan dorongan dalam diriku terutama sesudah kematian ayahku untuk mencari Tuhan dalam suatu dorongan perasaan yang kuat dan mendesak serta nekad. Saya menadahkan tanganku memohon kepada Yesus si Penyembuh - tanpa mengetahui apa-apa tentang Dia, kecuali sedikit yang saya baca di dalam Al Qur-an - dan saya disembuhkanNya. Sekarang, saya adalah seorang saksi tentang Kuasa Tuhan untuk mecapai saudara-saudaraku dan orang-orang yang tersembunyi di belakang kerudung Islam. Kerudung itu dapat dikoyakkan sehingga mereka dapat memandang Yesus, mendengarkanNya dan mencintaiNya. Sekarang ini saya tidak memerlukan lagi ke lima rukun Islam untuk menopang Imanku. "Kesaksian" ku ialah untuk Yesus, yang disalibkan, mati dan dikuburkan kemudian bangkit dari antara orang mati kedalam Hidup Yang Kekal dan kini hidup di dalam UmatNya.

Sembahyang (Namaz)ku tidak lagi kepada satu Tuhan yang tidak dapat saya kenal tetapi kepada Satu ceritaNya dapat saya baca didalam FirmanNya sendiri, Alkitab hartaku yang paling berharga, yang ditulis didalam loh hati dan pikiranku, sebagaimana dulunya Al Qur-an bagiku. Persembahan (Zakat)ku tidak lagi merupakan sesuatu bagian melainkan adalah seluruh pendapatanku, karena segala sesuatu yang saya miliki adalah milik Tuhan. Kekayaanku disimpan di atas di surga. Puasaku tidak saya lakukan pada bulan Ramadhan untuk mendamaikan hatiku dengan Tuhan sehingga saya mungkin mendapatkan keyakinan untuk ke Surga, namun saya lakukan dengan sukacita sehingga saya lebih dapat mengenalNya.

Ibadah Haji-ku ialah perjalanan sepanjang hidup ini. Tiap hari membawa saya makin dekat kepada tujuan - untuk bersama Yesus, Raja Surgawi-ku selamanya. Darah sapi, domba atau kambing tidak akan pernah dapat menghapuskan dosa, tapi kita dapat masuk ke dalam tempat Yang Maha Kudus dan diterima secara sempurna melalui satu jalan dan hidup yang baru, "Melalui Kerudung itu" ialah: DagingNya. Karena Pribadi ini (Yesus) ketika Ia Membawakan Satu Pengorbanan bagi dosa untuk selama-lamanya, duduk di sebelah kanan Tuhan Bapa (Ibrani 10:12). Itulah YESUS, ANAK DOMBA TUHAN, NABI dan IMAM, RAJA segala RAJA, dan Tuhanku.

Selesai